Jilbab Photo Muslim Wanita Muslimah

Assalamualaikum mudah mudahan info ini bermanfaat bagi kaum muslimah maupun mempunya saudarinya yang muslim untuk di bagikan ilmu ini agar bermanfaat dunia dan akhirat
Kriteria Jilbab Busana Muslim Wanita Muslimah bukanlah berdasarkan kepantasan atau mode yang lagi trend, melainkan berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Jika kedua sumber hukum Islam ini telah memutuskan suatu hukum, maka seorang muslim atau muslimah terlarang membantahnya. Firman Allh SWT :

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Qs. Al-ahzab : 36)

Para perancang mode boleh saja bilang bahwa hasil rancangannya itu adalah jilbab, tetapi, tetapi jika hal itu ternyata tidak memenuhi syarat sebagimana yang diperintahkanAllah , maka itu bukanlah jilbab. Karena dalam Islam suatau pakaian di sebut Jilbab jika memenuhi beberapa syarat yang telah ditentukan:

1.  Menutup seluruh badan selain yang dikecualikan

Syarat ini terdapat dalam firman Allah Swt:

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” (Qs. An-Nur : 31)

Juga firman Allah Swt:

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Qs. Al-Ahzab : 59)

Dua ayat diatas dengan  tegas menyatakan bahwa jilbab itu harus menutupi seluruh anggota badan kecuali yang bisa nampak yaitu muka dan telapak tangan.

Adapun  yang dimaksud ziinah (perhiasan) itu terbagi dua bagian.


Pertama, ziinah khalqiah, yaitu perhiasan yang sudah melekat pada dirinya seperti raut wajah, kulit, bibir dan sebagainya.

Kedua, ziinah muktasabah, yaitu perhiasan yang dipakai wanita untuk memperindah atau menutupi jasmaninya, sperti busana, cincin, celak mata,pewarna dan sejenisnya. Inilah yang dimaksud dalam firman Allah: “Ambillah perhiasanmu ketika ke mesjid.” (Al-Qurthuby XII:299)

Maksud dari perhiasan yang biasa tampak dan boleh diperlihatkan itu, karena tidak mungkin untuk menyembunyikan atau menutupnya. Seperti wajah, pakaian luar dan telapak tangan.

Dari kutipan ayat diatas, kita dapat memahaminya bahwa menampakkan perhiasan luar saja (yang nampak) dilarang, apalagi anggota badan yang ditutupi perhaiasan luar tersebut. Penafsiran ini diperkuat lagi oleh sebuah hadits yang menjelaskan sikap kaum muslimah ketika ayat ini diturunkan.

Dari Shafiah, ia bercerita: “Ketika kami bersama Aisyah ra, mereka menyebut-nyebut kelebihan wanita Quraisy. Lalu Aisyah ra. Berkata: “Memang wanita Quraisy itu memiliki kelebihan, tetapu, demi Allah, sesungguhnya akau tidak pernah melihat yang lebih mulia dari pada wanita Anshar, mereka sangat membenarkan Kitabullah dan sangat kuat imannya kepada wahyu yang diturunkan. Ketika turun surat An-Nur, ayat yang menyuruh berkerudung, suami mereka pulang lalu lalu membacakan kepada mereka apa yang telah Allah turunkan. Dengan segera setiap wanita menarik kain yang ada, lalu menjadikannya kerudung kepala karena membenarkan dan iman kepada apa yang diturunkan Allah dalam kitab-Nya” (HR. Al-bukhari dan Abu Dawud)

Bila pada Qs An-Nur : 31 memakai lafad walyadribna,  maka pada Qs Al-Ahzab : 59 digunakan lafad yudniina artinya mengulurkan hingga menutupi kepala, pundak dan dada sampai seluruh tubuhnya. Ayat ini diperjelas lagi dengan sebuah hadist dari Ummu Salamah, katanya: “Ketika turun ayat ini, para wanita Anshar terlihat keluar berbondong-bondong, pada kepala mereka terlihat seperti burung ghirban (gagak) yang hitam karena kerudung yang dikenakan berwarna hitam.” (HR. Abdurrazaq dan Jama’ah)

2.  Bukan berfungi sebagai perhaisan.

Syarat ini berdasarkan firman Allah Swt:

“…Dan janganlah kaum wanita itu menampakkan perhiasan mereka” (Qs An-Nur : 31)
Secara umum kandungan ayat ini juga mencakup pakaian biasa jika dihiasi dengan sesuatu yang menyebabkan kaum lelaki melirikkan pandangan kepadanya. Hal ini dikuatkan oleh firman Allah :
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu” (Qs Al-Ahzab : 33)

Pakaian jilbab sebagaimana disebutkan pelindung wanita dari godaan laki-laki. Hal ini berarti pakaian muslimah (jilbab) tidak boleh berlebihan atau mengikuti trend mode tertentu karena memang jilbab bukan perhiasan.

3.  Kainnya harus tebal, tidak tipis.

Sebagai pelindung wanita, secara otomatis jilbab harus tebal atau tidak transparan atau membayang (tipis) karena jika demikian akan semakin memancing fitnah (godaan) dari pihak laki-laki.
Rasulullah Saw bersabda :

“ Bahwa Asma binti Abi Bakar masuk ke rumah Rasul dengan mengenakan pakaian yang tipis, maka Rasulullah berkata : “Wahai Asma, sesungguhnya wanita yang telah haid ( baligh) tidak diperkenankan untuk dilihat daripadanya kecuali ini dan ini, dengan mengisyaratkan wajah dan tepak tangan.” (HR abu Daud)

Adapun fenomena kudung gaul yang kini sedang trend di kalangana anak muda dengan pakaian yang tipis dan serba ketat, hal ini jelas merupakan pelanggaran berat terhadap syarat jilbab yang diharuskan. Ancaman bagi mereka sebagaimana sabda  Rasullullah saw:

“Ada dua golongan dari ahli neraka yang siksanya belum pernah saya lihat sebelumnya, (1) kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang digunakan memukul orang (ialah penguasa yang zhalim) (2) wanita yang berpakain tapi telanjang, yang selalu maksiat dan menarik orang lain untuk berbuat maksiat. Rambutnya sebasar punuk unta. Mereka tidak akan masuk surga, bahkan tidak akan mencium wanginya, padahal bau surga itu tercium sejauh perjalanan yang amat panjang.” (HR. Muslim)

4.  Harus longgar, tidak ketat, sehinga tidak menggambarkan sesuatu dari tubuhnya.

Diantara maksud diwajibkannya jilbab adalah agar tidak mungkin terwujud jika pakaian yang dikenakan tidak ketat dan tidak membentuk lekuk-lekuk tubuhnya. Untuk itu jilbab harus longgar atau tidak ketat.

“Rasulullah saw memberiku baju Qubthiyyah yang tebal (biasanya Qutbthiyyah itu tipis) yang merupakan baju yang dihadiahkan Al-Kalbi kepada beliau. Baju itu pun aku pakaikan pada istriku. Nabi saw bertanya kepadaku : “Mengapa kamu tidak mengenakan baju Qubthiiyah?” Aku menjawab: “Aku pakaikan baju itu pada istriku” Nabi saw lalu menjawab : “Perintahkan ia agar mengenakan baju dalam Qubthiyyah itu, karena aku khawatir baju itu masih menggambarkan bentuhk tulangnya.” (HR. Al-Baihaqi, Ahmad, Abu dawud dan Ad-Dhiya).

Rasulullah memerintahkan paad istri Usamah bin jaid (sebagaimana termaktub dalam hadits di atas) agar menggunakan pakain rangkap sehingga Qubtiyah tidak membentuk tubuhnya. Perintah ini menunjukkan kewajiban. Imam Asy-Syaukani dalam mensyarah hadist ini mengatakan : “Hadist ini menunjukkan bahwa wanita itu wajib menutupi badannya dengan pakaian yang tidak menggambarkan bentuk tubuhnya. Ini merupakan syarat bagi penutup aurat.

Adapun Fatimah putri Rasulullah pernah berkata kepada Asma : “Wahai Asma! Sesungguhnya Aku Memandang buruk apa yang dilakukan oleh kaum wanita yang menggenakan baju yang dapat meggambarkan bentuk tubuhnya” (Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim)

5.  Tidak diberi wewangian atau parfum

Syarat ini berdasarkan larangan terhadap kaum wanita untuk memakai wewangian bila mereka keluar rumah. Rasullluah Saw bersabda :

“Siapapun perempuan yang memakai wewangain. Lalu ia melewati kaum laki-laki agar ia menghirup wanginya, maka ia sudah berzina” (HR. An-Nasa’i)

“Jika salah seorang di antara kalian (kaum wanita) keluar rumah menuju mesjid, maka janganlah sekali-kaliu mendekatinya dengan memakai wewangian” (HR. muslim)

Alasan pelarangan itu jelas, yaitu bahwa hal itu akan membangkitkan nafsu birahi. Para ulama bahkan mengikutkan sesuatu yang semakna dengan pakaian indah, perhiasan yang tampak dan hiasan (asesoris) yang megah.

6.  Tidak menyerupai laki-laki

“Rasulullah melaknat pria yang menyerupai pakaian wanita dan wanita yang menyerupai pakai laki-laki.” (HR. Abu Dawud)

“Tidak masuk golongan kami para wanita yang menyerupai diri dengan kaum pria dan kaum pria yang menyerupakan diri dengan kami kaum wanita” (HR. Ahmad)

“Tiga orang yang tidak masuk surga dan Allah tidak akan memandang mereka pada hari kiamat: orang yang durhaka pada kedua orang tuanya, wanita yang bertingkah kelelakian danm menyerupakan diri dengan laki-laki, dan dayyuts (orang yang tidak memlki rasa cemburu)” (HR. Nasa’i, Hakim. Baihaqi dan Ahmad)

Para ulama memasukkan tindakan wanita yang menyerupai laki-laki dan tindakan kaum laki-laki  menyerupai wanita dalam “al-kabaair” (dosa-dosa besar). Mereka dilaknat dan laknat ini akan menimpa juga pada suaminya yang membiarkannya, meridhainya dan tidak malarang melakukannya hal itu.

7.  Bukan libas syurah (pakaian popularitas)

Berdasarkan hadist Ibnu Umar yang berkata : Rasulullah saw bersabda :

“Barang siapa yang menegakkan pakaian syurah (untuk mencari popularitas) di dunia, niscaya Allah menegakkan pakaian kehinaan pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Libas Syurah adalah setiap pakaian yang dipakai dengan tujuan meraih popularitas (gengsi) di tengah-tengah orang banyak, baik pakaian tersebut mahal yang dipakai oleh seorang untuk berbangga dengan gaun dan perhiasannya, maupun pakaian yang bernilai rendah dan yang dipakai oleh seorang yang menampakan kedzuhudannnya dan dengan tujuan riya.

Itulah syarat-syarat pakaian seorang muslimah. Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa pakaian muslimah hendaklah menutup seluruh anggota badan kecuali wajah dan telapak tangan denga rincian sebagaimana dikemukakan di atas; ia sendiri  bukan merupakan perhiasan, tidak tipis, tidak sempit sehingga menampakkan bentuk tubuh, tidak disemprot parfum dan bukan merupakan pakaian popularitas.

Jilbab Syar’i Itu Lebar



Diantara syarat jilbab muslimah yang syar’i itu lebar, tidak pas badan dan juga tidak sempit. Lebarnya jilbab ini semestinya bisa menutupi semua lekukan tubuh wanita.

Deskripsi Jilbab Lebar

Lihatlah bagaimana deskripsi jilbab yang syar’i dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam hadits dari Ummu ‘Athiyyah radhiallahu’anha :
أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن نخرج ذوات الخدور يوم العيد قيل فالحيض قال ليشهدن الخير ودعوة المسلمين قال فقالت امرأة يا رسول الله إن لم يكن لإحداهن ثوب كيف تصنع قال تلبسها صاحبتها طائفة من ثوبها
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan wanita yang dipingit (juga wanita yang haid) pada hari Ied, untuk menyaksikan kebaikan dan seruan kaum muslimin. Kemudian seorang wanita berkata: ‘Wahai Rasulullah jika diantara kami ada yang tidak memiliki pakaian, lalu bagaimana?’. Rasulullah bersabda: ‘Hendaknya temannya memakaikan sebagian pakaiannya‘” (HR. Abu Daud, no.1136. Dishahihkan Al Albani di Shahih Abi Daud)
Salah satu faidah hadits ini adalah bahwa jilbab wanita muslimah itu semestinya lebar. Kalimat تلبسها صاحبتها طائفة من ثوبها dapat dimaknai juga ‘hendaknya temannya memakaikan sebagian pakaian yang dipakainya ‘. Sebagaimana kata Syaikh Ibnu Jibriin:
فهو يدل على أن الجلباب رداء واسع قد يستر المرأتين جميعًا
“Hadits ini menunjukkan bahwa jilbab itu berupa rida’ yang lebar, saking lebarnya terkadang bisa cukup untuk menutupi dua orang wanita sekaligus”
Al Qurthubi mengatakan:
الْجَلَابِيبُ جَمْعُ جِلْبَابٍ، وَهُوَ ثَوْبٌ أَكْبَرُ مِنَ الْخِمَارِ. وَرُوِيَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَابْنِ مَسْعُودٍ أَنَّهُ الرِّدَاءُ
jalaabiib adalah jamak dari jilbab. Jilbab adalah pakaian yang lebih besar dari khimar. Dan diriwayatkan juga dari Ibnu ‘Abbas bahwa jilbab itu berupa rida'” (Tafsir Al Qurthubi, 14/234).
Demikianlah jilbab yang syar’i, yaitu lebar, yang lebarnya itu seolah-olah bisa cukup untuk menutupi dua wanita.

Tidak menggambarkan lekukan tubuh

Dan jika jilbab dianggap sudah lebar namun masih menampakkan sebagian bentuk tubuh, maka yang demikian kurang sempurna.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah berkata: “Syarat keempat: pakaian muslimah itu hendaknya longgar dan tidak ketatsehingga menggambarkan bagian tubuhnya. Karena tujuan memakai pakaian adalah mencegah terjadinya fitnah (baca:hal-hal yang buruk). Tujuan tersebut tidak akan tercapai kecuali jika pakaiannya longgar dan lebar. Sedangkan jika ketat, walaupun menutup warna kulit, itu dapat menggambarkan bentuk seluruh atau sebagian tubuhnya, sehingga bentuk tubuhnya tersebut tergambar di mata para lelaki. Ini adalah salah satu bentuk kerusakan dan seolah mengundang orang-orang untuk melihat bentuk tubuhnya yang tidak ia tutupi dengan benar itu. Oleh karena itu, pakaian wanita itu wajib longgar. Usamah bin Zaid pernah berkata:
كساني رسول الله – صلى الله عليه وسلم – قبطية كثيفة كانت مما أهدى له دِحْيَةُ الكلبي فكسوتها امرأتي، فقال رسول الله – صلى الله عليه وسلم – : مالك لا تلبس القبطية؟ فقلت: يا رسول الله! كسوتها امرأتي، فقال: مرها أن تجعل تحتها غلالة فإني أخاف أن تصف حجم عظامها
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah memakaikanku baju Quthbiyyah yang tebal. Baju tersebut dulu dihadiahkan oleh Dihyah Al Kalbi kepada beliau. Lalu aku memakaikan baju itu kepada istriku. Suatu kala Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menanyakanku: ‘Kenapa baju Quthbiyyah-nya tidak engkau pakai?’. Kujawab: ‘Baju tersebut kupakaikan pada istriku wahai Rasulullah’. Beliau berkata: ‘Suruh ia memakai baju rangkap di dalamnya karena aku khawatir Quthbiyyah itu menggambarkan bentuk tulangnya’” (HR. Dhiya Al Maqdisi dalam Al Mukhtar 1/441, dihasankan oleh Al Albani). (Jilbab Mar’ah Muslimah, 1/131)
Syaikh Abdullah Al Faqih hafizhahullah ketika di tanya ‘bagaimana saya mengetahui sebuah pakaian itu tidak ketat atau tidak longgar? bagaimana ciri dan batasannya?’. Beliau menjawab: “Yang menjadi patokan apakah sebuah pakaian itu sudah tidak termasuk pakaian ketat dan tergolong pakaian longgar yang dibenarkan syariat adalah hendaknya ia tidak menggambarkan bentuk bagian tubuh. Oleh karena itu para ulama sering menggunakan istilah النهي عن الثوب المحدد (Larangan memakai pakaian yang menggambarkan bentuk tubuh). Ibnul Hajib (Al Maliki, wafat tahun 646H) mendefinisikan baju ketat: “yang menggambarkan bagian tubuh baik karena terlalu tipis atau karena ketatnya”, demikian kata beliau dalam kitab Syarh Al Mawaq Lil Mukhtashar Khalil. Ad Dardir (wafat tahun 1201H) juga berkata dalam syarh-nya terhadap Al Muhktashar: “Yang termasuk pakaian ketat adalah yang menggambarkan bentuk aurat karena kainnya terlalu tipis, atau karena sebab lain misalnya karena memakai sabuk, atau karena terlalu sempit atau karena terlalu menyelubungi tubuh”. Sumber semua-tentang-wanita muslim.or.id

Related Posts